TW Dipindahkan ke Lapas IIA KKR
Jum’at, 07 Agustus 2009 , 13:40:00
Sungai Raya. Terdakwa kasus Illegal Logging (IL), Tony Wong (TW) dipindahkan dari Lapas kelas IIB Ketapang ke Lapas IIA KKR, Kamis (7/8) kemarin. Perpindahan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan ini terkesan mendadak dan tanpa pemberitahuan kepada terdakwa. TW dipindahkan ke KKR dari Ketapang dengan menggunakan pesawat Kal Star Flight, penerbangan pertama.
Dari keterangan yang berhasil dihimpun Equator dari pihak Bandara Supadio, pesawat Kal Star tersebut terbang dari Bandara Rahadi Oesman, Ketapang pukul 07.45. Pesawat kemudian mendarat di Bandara Supadio KKR, sekitar pukul 08.15 wib. Sesampainya di bandara, rombongan petugas polisi bersenjata lengkap dan Polpus Lapas tampak mengawal ketat TW.
Dari kejauhan, wartawan yang hadir di sana tidak dapat melihat begitu jelas. Dua bis PT Angkasapura yang biasanya menjemput penumpang dari pesawat sempat mengecoh para wartawan. Sepertinya hal tersebut telah diatur sedemikian rupa, menandakan pengawalan ketat memang sengaja diberlakukan untuk TW.
Dari pantauan Equator, ketika keluar dari ruang kedatangan TW mengenakan kaus berkerah berwarna cokelat dengan balutan jaket biru dan setelan celana kain berwarna cokelat. Sosok pria jangkung berkulit putih tersebut juga hanya mengenakan sandal tanpa sepatu. Tampak jelas kalau pemindahan TW sepertinya tergesa-gesa tanpa adanya persiapan. Dengan sebatang rokok di bibirnya, dia tampak santai meski dikawal ketat petugas dan menjadi perhatian banyak orang.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan Ham Kalbar, Djoko Hikmahadi mengaku perpindahan tersebut memang sengaja tidak diberitahukan kepada yang bersangkutan atau pun Kuasa Hukumnya. “Ketentuannya bisa itu dikarenakan permohonan yang bersangkutan atau bisa juga dengan berbagai pertimbangan salah satunya keamanan. Jadi tidak harus diberitahukan,” jelas Djoko yang merujuk Gunawan Santoso yang dipindahkan dari LP Cipinang ke Nusakambangan tanpa pemberitahuan. Djoko juga menjelaskan, dipindahkannya TW, juga untuk faktor keamanan pasca masuknya tiga perwira polisi ke Lapas Kelas IIB Ketapang.
“Laporan dari Kalapas berdasarkan pantauan intel kita di dalam, situasi di Lapas memanas. Jadi daripada terjadi sesuatu yang tidak tahu kapan waktunya, lebih baik kita antisipasi dari sekarang,” paparnya. Djoko juga tidak membantah kalau perpindahan itu dikarenakan adanya indikasi TW yang memprovokasi aksi mogok makan narapidana lainnya, sehingga menyebabkan anggota Komnas HAM pusat datang ke Ketapang. Dia juga membantah tidak ada pesanan khusus dari pihak ketiga. “Jadi perpindahan tetap kita koordinasi dengan Polres, Polda dan Kejaksaan serta Pengadilan.
Saat ini penjagaan di Lapas Kelas IIB Ketapang diperketat. Pihak Lapas meminta bantuan keamanan dengan Polres Ketapang secara tertutup,” tutur Djoko. Meski hanya bisa berdialog sejenak, namun dari pengakuannya, TW tidak menikmati penerbangannya selama 30 menit dari Ketapang ke KKR. Dari raut wajahnya kelihatan TW penasaran dan marah. Lantaran perpindahan dirinya dari Lapas Kelas IIB Ketapang ke Lapas Kelas IIA Pontianak Sui Raya tidak ada pemberitahuan dan terkesan mendadak.
“Saya tidak diberitahu mau dipindahkan. Tiba-tiba tadi pagi (kemarin, red) saya langsung dibawa ke bandara. Ada apa ini? Saya akan complain,” kesal Tony Wong. Kepada wartawan Tony Wong menyatakan akan mengajukan protes. Menurutnya jelas perlakuan yang didapatnya telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Semestinya, dirinya berhak diberitahu sebelum dilakukan perpindahan.( ROx)
Cukon IL Ketapang dapat perlakuan istimewa
Cukong IL Ketapang Dapat Perlakuan Istimewa
***Pembawa Motor Klotok Ancam Mogok Makan
Pontianak, BERKAT.
Pasca penegakan hukum illegal logging Ketapang 2008 lalu menyisakan polemik. Sekitar 40 pembawa motor air klotok yang ikut ditangkap oleh tim Mabes Polri pada saat operasi besar-besaran ketika itu, disidang dan dijebloskan ke Lapas Ketapang.
Namun, kini mereka mengancam akan melakukan protes aksi mogok makan di dalam Lapas, lantaran merasa mendapatkan perlakuan hukum yang tidak adil. Para penegak hukum dinilai mereka telah memberikan perlakuan hukum istimewa kepada sejumlah pelaku utama atau cukong illegal logging yang ditangkap, sementara mereka hanya sebagai kuli kecil justru dikenai sanksi yang lebih berat.
Seperti yang dikatakan Madek Bin Bujang yang ditangkap 3 Maret 2008, pembawa motor air yang memuat kayu milik Atie (DPO) untuk H. Marhali Telok Batang menyatakan kekecewaanya.
“Kami merasa dizolimi dan sudah sepakat akan melakukan aksi mogok makan dalam waktu dekat sampai keluhan kami atas ketidak adilan ini didengar oleh yang peduli dengan orang kecil seperti kami ini. Kami juga berharap agar Mabes Polri, Kejagung dan Komisi Yudisial memberikan sanksi kepada oknum-oknum yang memperdagangkan hukum,” ungkap Madek yang mengaku sudah 5 tahun bekerja sebagai jasa angkutan pembawa kayu, Kendawangan – Telok Batang, Kabupaten Kayong Utara.
Menurut Madek, selama bekerja jasa angkutan kayu motor air, dirinya tidak pernah ditahan oleh polisi. Saat membawa kayu, jika bertemu petugas sering kali hanya menanyakan kayu itu milik siapa dan akan dibawa kemana.
“Kami menuntut agar putusan kami dipercepat dan lebih ringan dari para bos kayu itu, kalau lebih berat ya tidak adil. Mungkin karena kami hanya ini orang kecil dan bodoh mendapatkan perlakuan yang berbeda dan semena-mena. Nasib kami hanya dimainkan kesana-kemari, tidak ada putusan yang adil, selalu diulur-ulur, beda dengan mereka yang memiliki koneksi dan kantong tebal,” tutur Bujang, yang meminta berbagai pihak terkait untuk memperhatikan nasib dirinya dan puluhan rekan-rekannya yang kini masih mendekam dalam Lapas.
Nada yang sama juga dikatakan Wengky Swandy pemilik IPK CV Kayong Makmur Sejati. “Kasus saya tidak jelas, dokumen dan pembuktian yang sah yang saya berikan tidak pernah mau dilihat. Kasus saya pernah diputus tapi JPU kembali, displit dengan kasus yang sama. Ada apa ini, saya akan menulis surat ke Kejagung, KPK dan Presiden,” kata pria yang akrab disapa Aweng.
Ia berharap, Kajagung ataupun Instansi yang berwenang seperti KPK mau mengusut permainan para oknum-Oknum JPU Kejaksaaan Negeri Ketapang, agar permainan mafia peradilan dapat terbongkar.
Dia juga mengaku prihatin terhadap pemilik motor air yang mendapat hukuman jauh lebih berat dari para pemilik kayu jumlah ribuan kubik. “Saya juga akan ikut melakukan aksi protes dengan mogok makan, agar orang-orang di atas mau memperhatikan nasib kami,” katanya.
Dari sumber data yang diperoleh menyebutkan, sejumlah cukong yang mendapat perlakukan istimewa antara lain Adi Murdani mantan calon wakil Bupati Kayong Utara, yang memiliki sejumlah sawmmil dan dikenal dekat dengan para petugas ini sempat buron namun akhirnya ditangkap polisi.
Ia dituntut JPU 6 tahun penjara, namun diputus oleh hakim hanya 1 tahun penjara, dan telah lama menghirup udara segar. Begitu pula dengan Wijaya koordinator dokumen dan dana taktis bagi aparat dituntut JPU 7 tahun penjara, namun mendapatkan keistimewaan sebagai status tahanan kota hingga akhirnya diputus 1 tahun 5 bulan penjara, namun JPU melakukan banding. Akan tetapi meskipun surat dari MA untuk Wijaya telah turun, namun hingga kini JPU tidak melakukan upaya esekusi.
H. Marhali yang masuk dalam daftar pelaku illegal logging Mabes Polri, juga tidak pernah diperiksa polisi, bahkan bos kayu asal Telok Batang itu kabarnya masih bermain kayu melalui konteiner dan bebas berkeliaran di Kota Pontianak hingga sekarang.
Sementara AKBP Ahmad Sun,an, mantan Kapolres Ketapang dan dua bekas anak buahnya AKP Kadhapy Marpaung mantan Kasat Reskim dan Inspektur Satu Agus Lufiandi mantan Kapospol Air Polres Ketapang, masing-masing dituntut JPU 6 tahun 8 bulan, diputus 3 tahun penjara.
Tiga perwira Polres Ketapang ini sempat mendekam di Rutan Polres Ketapang, namun belakangan bebas padahal surat penahan oleh MA telah turun, namun JPU juga tidak melakukan esekusi.
Begitu pula mantan Kadis Kehutanan Ketapang, Syaiful SH yang dituntut 6 tahun 8 bulan, namun berstatuskan tahanan kota. Akan tetapi belakangan dibebaskan dengan masa hukuman percobaan.
“Padahal akibat ulah para cukong kayu ini, membuat Kapolri Jenderal Sutanto bersama pejabat teras Mabes Polri dan Menteri Kehutanan MS Kaban harus mendadak terbang ke Ketapang melihat hasil tangkapan terbesar yang merugikan negara hingga miliaran rupiah itu,” tambah Madek. (rob)