Tag Archive | polisi

PB Agus Condro picu kecemburuan napi lain

Selasa, 01-November-2011 (17:37:08 WIB) | Nebby Mahbubirrahman

Jakarta
Pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) bagi terpidana kasus cek pelawat Agus Condro menimbulkan kecemburuan bagi narapidana lainnya. Jika Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana konsisten dengan ucapannya, terpidana lainnya yang juga menjadi whistle blower mestinya juga menerima PB.

Pernyataan itu, disampaikan Dewi Aripurnamawati kuasa hukum terpidana kasus pembalakan liar (illegal logging), Tony Wong, yang kini mendekam di
Lapas Ketapang.

Kendati Tony dianggap sebagai whistle blower, proses PB untuknya masih menggantung. Alasannya, karena Kejaksaan dan Mahkamah Agung (MA) tidak mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Ada Perkara Lain untuk Tony. “Klien kami, Tony Wong harusnya sudah memperoleh PB pada 25 Oktober 2011 lalu. Namun, prosesnya menjadi menggantung karena tidak adanya keterangan tidak sedang beperkara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang dan MA,” ucap Dewi, di Jakarta, Selasa (1/11).

Lebih lanjut Dewi memaparkan, Tony Wong adalah pengusaha asal Ketapang, Kalimantan Barat yang membongkar praktik mafia illegal logging di daerah itu pada tahun 2007. Praktik mafia illegal logging itu melibatkan cukong
asal Malaysia dan sejumlah pejabat, termasuk aparat kepolisian. Kasus ini
pernah menjadi perhatian media massa nasional dan petinggi Polri.

“Tapi Pak Tony Wong malah menerima perlakuan kriminalisasi oleh aparat
hukum yang menaruh dendam. Klien kami dijerat pasal korupsi untuk perkara keterlambatan membayar uang Provisi Sumber Dana Hutan (PSDH) dan uang Dana Reboisasi (DR). Ini kan perkara perdata, tapi dipaksakan masuk kasus korupsi agar Tony Wong bisa segera ditangkap,” jelas Dewi.

Dewi menuturkan, mulanya Tony divonis bebas oleh PN Ketapang pada 26 Mei 2008.  JPU pun mengajukan kasasi ke MA. Kurang dari dua bulan sejak kasasi, MA menyatakan Tony bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta.

Namun tak lama setelah vonis bebas dari PN Ketapang, Tony justru kembali diperkarakan. Ia dijerat polisi terkait kasus illegal logging pula.  Menurut Dewi, kasus kedua itu sama sekali tak menyeret kliennya. Tony Wong yang baru keluar Lembaga Pemasyarakatan Ketapang karena divonis bebas, langsung disambut surat penangkapan oleh polisi.

Selanjutnya proses hukum pun berjalan. Oleh majelis hakim PN Ketapang, Tony Wong divonis 10 bulan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat.  Sementara ditingkat kasasi, MA mengganjar Tony dengan pidana lima tahun dan denda Rp10 juta sesuai putusan No.2280 K/Pid.Sus/2009 tanggal 29 Nopember 2010.

“Yang aneh adalah eksekusinya, Pak Tony Wong sudah menjalani hukuman pada kasus yang pertama selama tiga tahun lebih. Tanggal 30 Mei 2011, tepatnya tujuh jam menjelang bebas, Kejari Ketapang mengesekusi vonis perkara kedua ini. Klien kami tidak menerima salinan aslinya dari putusan MA itu, hanya berupa fotokopi fax yang bersumber dari Pengadilan Tinggi Pontianak ,” jelas Dewi.

“Ironisnya, sampai saat ini di laman MA, Perkara No : 2280 K/Pid.Sus/2009 masih dalam status pembahasan Tim J. Namun, dalam petikannya sudah diputuskan 29 Nopember 2010 lalu. Jadi kami bingung, mana yang benar,” tambah Dewi.

Setelah menjalani semua hukuman itu, terang Dewi, kini Tony Wong berupaya mendapatkan haknya untuk proses PB. Sayangnya, kejaksaan kembali mengganjalnya dengan alasan Tony Wong masih memiliki perkara No 103/Pid.B/2004/PN.KTP tahun 2004 yang belum diputuskan MA.

“Klien kami juga berperkara pada tahun 2004. Dalam perkara itu JPU menuntut empat bulan penjara, namun majelis PN Ketapang dalam putusannya melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum (On Recht Van Verfolging), memulihkan harkat dan martabat terdakwa seperti sediakala,” kata Dewi.

Atas putusan ini, jelas Dewi, JPU mengajukan kasasi dengan Nomor Akta Kasasi 08/Akta.Pid/2004/PN. KTP dan berkas perkara tersebut telah dikirimkan oleh Pengadilan Negeri Ketapang ke MA dengan surat pengantar No: W11.D8.HN.01.10-842, tanggal 29 September 2004.

“Hingga saat ini belum ada putusan dari MA, apakah terdaftar atau tidak, juga tak jelas. Anehnya perkara tersebut juga tidak dapat kami temukan dari daftar 188 Perkara yang diajukan PN Ketapang ke MA dalam priode 2001-2011. Jadi dengan dalih perkara inilah, Kejari tidak bersedia memberikan surat terangan tidak ada perkara lain untuk klien saya,” tegas Dewi.

“Kan aneh, perkara tahun 2008 sudah divonis, tapi perkara tahun 2004 masih menggantung. Celakanya, daftar perkara ini tidak tercatat dalam laman MA. Kami menduga, ada yang bermain dalam kasus ini agar klien kami tetap ditahan karena banyak pihak yang tidak nyaman akibat kasusnya dibongkar,” imbuh Dewi.

Dewi juga menyebutkan, Kanwil Hukum dan HAM Kalbar sudah menyurati MA untuk meminta penjelasan Perkara No 103/Pid.B/2004/PN.KTP tahun 2004 , namun belum memperoleh jawaban resmi dari MA.

Redaktur : Oki Baren
(oki@gresnews.com)

 

Tony Wong Berharap bisa Bernasib sama seperti Agus Condro

Rakyat Merdeka

Selasa, 01 November 2011 , 17:41:00 WIB

Laporan: Ade Mulyana

RMOL.
Sama-sama sebagai whistleblower alias peniup pluit, Tony Wong berharap  bisa bernasib sama seperti Agus Condro, mendapat pembebasan bersyarat.  Tony Wong merupakan terpidana di Lapas Ketapang yang mengungkap kasus ilegal logging.

Menurut pengacara Tony, Dewi Aripurnamawati, saat ini proses pembebasan  bersyarat untuk untuk kliennya masih menggantung. Alasannya, karena Kejaksaan dan Mahkamah Agung tidak mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Ada Perkara Lain untuk Tony.

“Pak Tony Wong harusnya sudah memperoleh pembebasan bersarat pada 25 Oktober 2011 lalu. Namun, prosesnya menjadi gantung karena tidak adanya keterangan tidak sedang berperkara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang dan Mahkamah Agung,” kata Dewi beberapa saat lalu di Jakarta (Selasa, 1/11).

Tony Wong adalah pengusaha asal Ketapang, Kalimantan Barat yang  membongkar praktek mafia ilegal logging di daerah itu pada tahun 2007. Praktek mafia ilegal logging itu melibatkan cukong asal Malaysia dan sejumlah pejabat, termasuk aparat kepolisian.

“Tapi Pak Tony Wong malah menerima perlakuan kriminalisasi oleh aparat  hukum yang menaruh dendam. Klien kami dijerat pasal korupsi untuk perkara keterlambatan membayar uang Provisi Sumber Dana Hutan (PSDH) dan uang Dana  DR). Ini perkara perdata, tapi dipaksakan masuk kasus korupsi agar Tony Wong bisa segera ditangkap,” jelas Dewi.

Awalnya, Tony divonis bebas oleh PN Ketapang pada 26 May 2008. JPU pun
mengajukan kasasi ke MA. Kurang dari dua bulan sejak kasasi, MA menyatakan Tony bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta. Tak lama setelah vonis bebas dari PN Ketapang, Tony justru kembali diperkarakan. Ia dijerat polisi terkait kasus ilegal logging pula.

Menurut Dewi, kasus kedua itu sama sekali tak menyeret kliennya. Tony Wong yang baru keluar lapas Ketapang karena divonis bebas, langsung disambut surat penangkapan oleh polisi. Selanjutnya proses hukum pun berjalan. Oleh majelis hakim PN Ketapang, Tony Wong divonis 10 bulan dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat. Sementara ditingkat kasasi, MA mengganjar Tony dengan pidana 5 tahun dan denda Rp 10 juta sesuai putusan No.2280 K/Pid.Sus/2009 tanggal 29 Nopember 2010.

“Yang aneh adalah eksekusinya. Pak Tony Wong sudah menjalani hukuman pada kasus yang pertama selama 3 tahun lebih. Tepat tanggal 30 Mei 2011, tepatnya tujuh jam menjelang bebas, Kejari Ketapang mengesekusi vonis perkara kedua ini.
Klien kami tidak menerima salinan aslinya dari putusan MA itu, hanya berupa
fotocopy fax yang bersumber dari Pengadilan Tinggi Pontianak ,” jelas Dewi
lagi.

Setelah menjalani semua hukuman itu, terang Dewi, kini Tony Wong berupaya mendapatkan haknya untuk proses Pembebasan Bersyarat (PB). Sayangnya, kejaksaan kembali mengganjalnya dengan alasan Tony Wong masih memiliki perkara No 103/Pid.B/2004/PN.KTP tahun 2004 yang belum diputuskan MA.“Klien kami juga berperkara pada tahun 2004.

Dalam perkara itu JPU menuntut 4 bulan penjara, namun majelis PN Ketapang dalam putusannya melepaskan terdakwa dari tuntutan hukum (On Recht Van Verfolging), memulihkan harkat dan martabat terdakwa seperti sedia kala. Atas putusan ini, jelas Dewi, JPU mengajukan kasasi dengan Nomor Akta Kasasi 08/Akta.Pid/2004/PN. KTP dan berkas perkara tersebut telah dikirimkan oleh Pengadilan Negeri Ketapang ke Mahkamah Agung RI dengan surat pengantar No: W11.D8.HN.01.10-842, tanggal 29 September 2004.

“Hingga saat ini belum ada putusan dari MA, apakah terdaftar atau tidak,
juga tak jelas, anehnya perkara tersebut juga tidak dapat kami temukan dari
daftar 188 Perkara yang diajukan PN Ketapang ke MA dalam priode 2001-2011” tambahnya.

“Jadi dengan dalih perkara inilah, Kejari tidak bersedia memberikan surat
keterangan tidak ada perkara lain untuk klien saya. Kan aneh, perkara tahun
2008 sudah divonis, tapi perkara tahun 2004 masih menggantung . Celakanya, daftar perkara ini tidak tercatat dalam website MA. Kami menduga, ada yang bermain dalam kasus ini agar klien kami tetap ditahan karena banyak pihak yang tidak nyaman akibat kasusnya dibongkar,” pungkas Dewi. [dem]

TW Dipindahkan ke Lapas IIA KKR

Jum’at, 07 Agustus 2009 , 13:40:00

Sungai Raya. Terdakwa kasus Illegal Logging (IL), Tony Wong (TW) dipindahkan dari Lapas kelas IIB Ketapang ke Lapas IIA KKR, Kamis (7/8) kemarin. Perpindahan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan ini terkesan mendadak dan tanpa pemberitahuan kepada terdakwa. TW dipindahkan ke KKR dari Ketapang dengan menggunakan pesawat Kal Star Flight, penerbangan pertama.

Dari keterangan yang berhasil dihimpun Equator dari pihak Bandara Supadio, pesawat Kal Star tersebut terbang dari Bandara Rahadi Oesman, Ketapang pukul 07.45. Pesawat kemudian mendarat di Bandara Supadio KKR, sekitar pukul 08.15 wib. Sesampainya di bandara, rombongan petugas polisi bersenjata lengkap dan Polpus Lapas tampak mengawal ketat TW.

Dari kejauhan, wartawan yang hadir di sana tidak dapat melihat begitu jelas. Dua bis PT Angkasapura yang biasanya menjemput penumpang dari pesawat sempat mengecoh para wartawan. Sepertinya hal tersebut telah diatur sedemikian rupa, menandakan pengawalan ketat memang sengaja diberlakukan untuk TW.

Dari pantauan Equator, ketika keluar dari ruang kedatangan TW mengenakan kaus berkerah berwarna cokelat dengan balutan jaket biru dan setelan celana kain berwarna cokelat. Sosok pria jangkung berkulit putih tersebut juga hanya mengenakan sandal tanpa sepatu. Tampak jelas kalau pemindahan TW sepertinya tergesa-gesa tanpa adanya persiapan. Dengan sebatang rokok di bibirnya, dia tampak santai meski dikawal ketat petugas dan menjadi perhatian banyak orang.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan Ham Kalbar, Djoko Hikmahadi mengaku perpindahan tersebut memang sengaja tidak diberitahukan kepada yang bersangkutan atau pun Kuasa Hukumnya. “Ketentuannya bisa itu dikarenakan permohonan yang bersangkutan atau bisa juga dengan berbagai pertimbangan salah satunya keamanan. Jadi tidak harus diberitahukan,” jelas Djoko yang merujuk Gunawan Santoso yang dipindahkan dari LP Cipinang ke Nusakambangan tanpa pemberitahuan. Djoko juga menjelaskan, dipindahkannya TW, juga untuk faktor keamanan pasca masuknya tiga perwira polisi ke Lapas Kelas IIB Ketapang.

“Laporan dari Kalapas berdasarkan pantauan intel kita di dalam, situasi di Lapas memanas. Jadi daripada terjadi sesuatu yang tidak tahu kapan waktunya, lebih baik kita antisipasi dari sekarang,” paparnya. Djoko juga tidak membantah kalau perpindahan itu dikarenakan adanya indikasi TW yang memprovokasi aksi mogok makan narapidana lainnya, sehingga menyebabkan anggota Komnas HAM pusat datang ke Ketapang. Dia juga membantah tidak ada pesanan khusus dari pihak ketiga. “Jadi perpindahan tetap kita koordinasi dengan Polres, Polda dan Kejaksaan serta Pengadilan.

Saat ini penjagaan di Lapas Kelas IIB Ketapang diperketat. Pihak Lapas meminta bantuan keamanan dengan Polres Ketapang secara tertutup,” tutur Djoko. Meski hanya bisa berdialog sejenak, namun dari pengakuannya, TW tidak menikmati penerbangannya selama 30 menit dari Ketapang ke KKR. Dari raut wajahnya kelihatan TW penasaran dan marah. Lantaran perpindahan dirinya dari Lapas Kelas IIB Ketapang ke Lapas Kelas IIA Pontianak Sui Raya tidak ada pemberitahuan dan terkesan mendadak.

“Saya tidak diberitahu mau dipindahkan. Tiba-tiba tadi pagi (kemarin, red) saya langsung dibawa ke bandara. Ada apa ini?  Saya akan complain,” kesal Tony Wong. Kepada wartawan Tony Wong menyatakan akan mengajukan protes. Menurutnya jelas perlakuan yang didapatnya telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Semestinya, dirinya berhak diberitahu sebelum dilakukan perpindahan.( ROx)

Cukon IL Ketapang dapat perlakuan istimewa

Cukong IL Ketapang Dapat Perlakuan Istimewa
***Pembawa Motor Klotok Ancam Mogok Makan

Pontianak, BERKAT.
Pasca penegakan hukum illegal logging Ketapang 2008 lalu menyisakan polemik. Sekitar 40 pembawa motor air klotok yang ikut ditangkap oleh tim Mabes Polri pada saat operasi besar-besaran ketika itu, disidang dan dijebloskan ke Lapas Ketapang.

Namun, kini mereka mengancam akan melakukan protes aksi mogok makan di dalam Lapas, lantaran merasa mendapatkan perlakuan hukum yang tidak adil. Para penegak hukum dinilai mereka telah memberikan perlakuan hukum istimewa kepada sejumlah pelaku utama atau cukong illegal logging yang ditangkap, sementara mereka hanya sebagai kuli kecil justru dikenai sanksi yang lebih berat.

Seperti yang dikatakan Madek Bin Bujang yang ditangkap 3 Maret 2008, pembawa motor air yang memuat kayu milik Atie (DPO) untuk H. Marhali Telok Batang menyatakan kekecewaanya.

“Kami merasa dizolimi dan sudah sepakat akan melakukan aksi mogok makan dalam waktu dekat sampai keluhan kami atas ketidak adilan ini didengar oleh yang peduli dengan orang kecil seperti kami ini. Kami juga berharap agar Mabes Polri, Kejagung dan Komisi Yudisial memberikan sanksi kepada oknum-oknum yang memperdagangkan hukum,” ungkap Madek yang mengaku sudah 5 tahun bekerja sebagai jasa angkutan pembawa kayu, Kendawangan – Telok Batang, Kabupaten Kayong Utara.

Menurut Madek, selama bekerja jasa angkutan kayu motor air, dirinya tidak pernah ditahan oleh polisi. Saat membawa kayu, jika bertemu petugas sering kali hanya menanyakan kayu itu milik siapa dan akan dibawa kemana.
“Kami menuntut agar putusan kami dipercepat dan lebih ringan dari para bos kayu itu, kalau lebih berat ya tidak adil. Mungkin karena kami hanya ini orang kecil dan bodoh mendapatkan perlakuan yang berbeda dan semena-mena. Nasib kami hanya dimainkan kesana-kemari, tidak ada putusan yang adil, selalu diulur-ulur, beda dengan mereka yang memiliki koneksi dan kantong tebal,” tutur Bujang, yang meminta berbagai pihak terkait untuk memperhatikan nasib dirinya dan puluhan rekan-rekannya yang kini masih mendekam dalam Lapas.

Nada yang sama juga dikatakan Wengky Swandy pemilik IPK CV Kayong Makmur Sejati. “Kasus saya tidak jelas, dokumen dan pembuktian yang sah yang saya berikan tidak pernah mau dilihat. Kasus saya pernah diputus tapi JPU kembali, displit dengan kasus yang sama. Ada apa ini, saya akan menulis surat ke Kejagung, KPK dan Presiden,” kata pria yang akrab disapa Aweng.

Ia berharap, Kajagung ataupun Instansi yang berwenang seperti KPK mau mengusut permainan para oknum-Oknum JPU Kejaksaaan Negeri Ketapang, agar permainan mafia peradilan dapat terbongkar.

Dia juga mengaku prihatin terhadap pemilik motor air yang mendapat hukuman jauh lebih berat dari para pemilik kayu jumlah ribuan kubik. “Saya juga akan ikut melakukan aksi protes dengan mogok makan, agar orang-orang di atas mau memperhatikan nasib kami,” katanya.

Dari sumber data yang diperoleh menyebutkan, sejumlah cukong yang mendapat perlakukan istimewa antara lain Adi Murdani mantan calon wakil Bupati Kayong Utara, yang memiliki sejumlah sawmmil dan dikenal dekat dengan para petugas ini sempat buron namun akhirnya ditangkap polisi.

Ia dituntut JPU 6 tahun penjara, namun diputus oleh hakim hanya 1 tahun penjara, dan telah lama menghirup udara segar. Begitu pula dengan Wijaya koordinator dokumen dan dana taktis bagi aparat dituntut JPU 7 tahun penjara, namun mendapatkan keistimewaan sebagai status tahanan kota hingga akhirnya diputus 1 tahun 5 bulan penjara, namun JPU melakukan banding. Akan tetapi meskipun surat dari MA untuk Wijaya telah turun, namun hingga kini JPU tidak melakukan upaya esekusi.

H. Marhali yang masuk dalam daftar pelaku illegal logging Mabes Polri, juga tidak pernah diperiksa polisi, bahkan bos kayu asal Telok Batang itu kabarnya masih bermain kayu melalui konteiner dan bebas berkeliaran di Kota Pontianak hingga sekarang.

Sementara AKBP Ahmad Sun,an, mantan Kapolres Ketapang dan dua bekas anak buahnya AKP Kadhapy Marpaung mantan Kasat Reskim dan Inspektur Satu Agus Lufiandi mantan Kapospol Air Polres Ketapang, masing-masing dituntut JPU 6 tahun 8 bulan, diputus 3 tahun penjara.

Tiga perwira Polres Ketapang ini sempat mendekam di Rutan Polres Ketapang, namun belakangan bebas padahal surat penahan oleh MA telah turun, namun JPU juga tidak melakukan esekusi.

Begitu pula mantan Kadis Kehutanan Ketapang, Syaiful SH yang dituntut 6 tahun 8 bulan, namun berstatuskan tahanan kota. Akan tetapi belakangan dibebaskan dengan masa hukuman percobaan.

“Padahal akibat ulah para cukong kayu ini, membuat Kapolri Jenderal Sutanto bersama pejabat teras Mabes Polri dan Menteri Kehutanan MS Kaban harus mendadak terbang ke Ketapang melihat hasil tangkapan terbesar yang merugikan negara hingga miliaran rupiah itu,” tambah Madek. (rob)